Kesenian Mistis dari Sumatera Barat, Lukah Gilo

23.06 Abdurrahmansyah 0 Comments


        

sumber : https://media.beritagar.id/2019-03/1200x800_7026e14679a93eed1dbd249a2ba42ed745dfbc64.jpg

    Lukah Gilo adalah kesenian tradisional masyarakat Minang, Sumatera Barat. Kesenian ini mirip dengan jailangkung yang dikendalikan oleh seorang pawang. Istilah lukah gilo berasal dari bahasa Minang, di mana lukah berarti alat tangkap ikan yang terbuat dari anyaman rotan dan gilo berarti gila. Dengan demikian, lukah gilo dapat diartikan sebagai alat tangkap ikan yang terbuat dari rotan dan dapat bergerak ke mana-mana seperti orang gila.

    Lukah gilo adalah ritual mistis yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang suku Minang. Asal muasal adanya lukah gilo adalah ketika Pulau Sumatera dikuasai oleh Raja Adhityawarman. Kesenian ini penuh dengan kekuatan-kekuatan animisme dan dinamisme. Tentu tidak relevan dengan kepercayaan yang ada sekarang ini. Lukah gilo menebarkan aura mistis dan magis.

            Peralatan utama yang digunakan dalam lukah gilo adalah lukah. Lukah adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari anyaman rotan. Lukah memiliki bentuk memanjang dan menyerupai kerucut. Lukah didandani seperti manusia. Bagian ujung lukah yang lancip akan diberi batok kelapa yang merupakan lambang kepala. Di kanan dan kiri dipasang kayu melintang yang merupakan lambang tangan. Seperti manusia, lukah juga dipakaikan baju.

            Proses pementasan lukah gilo terdiri dari :

1)      Persiapan

2)      Pelaksanaan

3)      Penutup

 

Kesan dan pesan penulis setelah menonton video rekaman Lukah Gilo :

Kesan yang saya dapatkan ketika selesai menonton video sastra lisan ini adalah, saya merasa tersihir. Lukah Gilo yang ditampilkan sangat baik dan saya menjadi tenggelam ketika menonton video dokumentasinya. Selain itu, saya bersyukur bahwa Lukah Gilo masih ada dan dilestarikan oleh masyarakat Minang. Karena saya hanya melihat penampilan Lukah Gilo ini lewat rekaman dokumentasi, saya belum mendapatkan sepenuhnya perasaan dan getaran yang ingin disampaikan oleh para penampil. Hal ini menjadikan saya tertarik untuk menonton Lukah Gilo ini secara langsung.

Pesan yang ingin saya sampaikan setelah menonton Lukah Gilo adalah supaya Lukah Gilo masih terus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat Minang. Karena jika tidak dijaga dan dilestarikan, budaya ini sewaktu-waktu bisa menghilang. Dengan menjaga budaya, kita menjaga identitas bangsa kita sendiri. Selain itu, saya berharap masyarakat luas menjadi mengenal Lukah Gilo dan sastra lisan lain yang ada di Minangkabau. Saya berharap semoga sastra lisan ini terus berkembang dan menjadi terkenal oleh masyarakat bukan hanya masyarakat dalam negeri, tapi juga masyarakat luar negeri. 

0 komentar:

Songket Silungkang dan SISCA (Sawahlunto International Songket Silungkang Carnaval)

23.00 Abdurrahmansyah 0 Comments

Tahukah kalian apa itu songket?

Songket yang berasal dari kata sungkit berarti cara menambah benang pakan dan benang emas pada benang lungsi. Kain songket merupakan salah satu budaya nusantara yang masih ada sampai sekarang dan pembuatan kain songket adalah salah satu mata pencaharian masyarakat. Terlebih di daerah Sawahlunto yang terkenal dengan Songket Silungkang-nya. Songket Silungkang dinamakan demikian sesuai dengan nama daerah penghasilnya, yakni Silungkang. Silungkang merupakan suatu daerah kecamatan yang terletak di kota Sawahlunto, Sumatera Barat.

Dalam rangka meningkatkan promosi Songket Silungkang, pada tahun 2015, pemerintah kota Sawahlunto menyelenggarakan sebuah perhelatan yang diberi nama SISCA. SISCA atau Sawahlunto International Songket Silungkang Carnaval digelar pada tanggal 28-30 Agustus 2015. Pergelaran karnaval internasional ini diadakan setelah pemerintah melakukan pembangunan Kompleks Pasar Songket yang terletak di dekat Kantor Camat Silungkang.

Sawahlunto International Songket Silungkang Carnaval (SISCA) ini adalah sebuah parade atau arak-arak yang melintasi jalan raya kota Sawahlunto yang menampilkan songket yang berasal dari Silungkang. Songket ini dibuat dengan bermacam-macam model seperti rumah gadang, bunga, payung, kuda kepang, dan model-model lainnya. Para penampil yang mengenakan kain songket ini didampingi oleh dayang-dayang di sebelah kiri dan kanan pada saat parade berlangsung.

            SISCA tahun 2015 melibatkan 1500 orang peserta yang mengenakan kain songket Silungkang dengan berbagai model. Pada saat pergelaran parade ini, tercatat 17.2980 orang warga mengenakan kain songket. Karena hal inilah Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan penghargaan pada parade SISCA ini. Keberhasilan dan prestasi yang menyertai perhelatan ini membuat SISCA menjadi ajang tahunan yang dilaksanakan di kota Sawahlunto.

            Pada tahun 2016, pemerintah kota Sawahlunto kembali menggelar SISCA pada tanggal 25-27 Agustus. Pada tahun kedua ini, panitia SISCA memberikan persyaratan bahwa kreasi kain songket harus terdiri dari komposisi bahan yakni 80% songket dan 20% bahan campuran. Selain itu, tahun kedua ini mengusung tema tambang. Yang menghasilkan berbagai macam desain songket dengan astraksi tambang batubara.

Perhelatan pada tahun kedua ini akhirnya ikut menegaskan bahwa Sawahlunto merupakan Kota Wisata Tambang. Kota Sawahlunto sendiri pernah berjaya di zaman kolonial Belanda sebagai kota tambang batubara. Bahkan Sawahlunto pernah menyandang sebutan kota industri di dunia.

Penyelenggaraan SISCA ini akhirnya tidak hanya bertujuan untuk meningkatan promosi songket di kancah dunia. Lebih dari itu, adanya SISCA ini merupakan upaya pemerintah dan masyarakat kota Sawahlunto untuk tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai budaya yang diturunkan oleh nenek moyang. Sekaligus memegang tujuan luhur untuk mewariskan songket sebagai identitas budaya kepada generasi selanjutnya.

Mari kita semua berharap bahwa akan ada banyak kegiatan-kegiatan serupa yang mempromosikan budaya bangsa kepada masyarakat luas. Bukan hanya agar budaya itu dikenal oleh orang-orang semata, namun agar budaya itu tetap eksis dan lestari.


0 komentar:

Penggunaan Jalan Untuk Tenda Hajatan : Benar atau Salah?

22.54 Abdurrahmansyah 0 Comments


sumber foto : https://kabarwarta.id/detailpost/nekat-menggelar-hajatan-resepsi-pernikahan-di-kota-pasuruan-dibubarkan-paksa-polisi

    Penggunaan jalan raya dalam mendirikan tenda untuk hajatan sudah menjadi budaya sendiri di Padang. Jalan kemudian akan ditutup karena tenda yang didirikan memakan jalan raya itu. Akibatnya lalu lintas menjadi terganggu dan tersendat-sendat. Hal ini tentu mengganggu bagi sebagian besar pengendara. Namun, apakah sebenarnya menggunakan jalan untuk mendirikan tenda pernikahan ini diperbolehkan dalam undang-undang?

    Pada dasarnya penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas diperbolehkan. Ketentuannya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan dan Jalan (UULLAJ), serta Perkapolri Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas

    Dalam Pasal 127 UULAJ dijelaskan, penggunaan jalan untuk kegiatan di luar fungsinya, dapat dilakukan di jalan nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan jalan desa. Hal ini termasuk dalam penggunaan jalan untuk kegiatan pribadi yakni tenda pernikahan.

    Menurut saya pribadi, penggunaan jalan raya untuk mendirikan tenda pernikahan tidak mengapa karena hal ini sudah menjadi budaya di Indonesia. Meskipun tentu mengganggu kelancaran lalu lintas, saya rasa kebanyakan warga pun akan mafhum dengan hal ini karena sudah biasa. Tapi, tentu saja masih banyak warga lainnya yang tidak setuju dengan hal ini membuat mereka tidak nyaman dengan penggunaan jalan raya untuk tenda pernikahan. 

0 komentar:

Lemea, Makanan Unik Khas Suku Rejang

22.43 Abdurrahmansyah 0 Comments


   

sumber foto : https://1001indonesia.net/lemea-nikmatnya-makanan-khas-suku-rejang-bengkulu/

    Rejang adalah salah satu suku tertua yang ada di pulau Sumatera. Suku ini mendominasi provinsi Bengkulu dan banyak terdapat di kabupaten Rejang Lebong. Suku ini memiliki folklor yang kaya baik folklor lisan maupun folklor non lisan. Folklor ini terus diwariskan dari generasi ke generasi dan masih dilestarikan hingga masa kini. Salah satu folklor non-lisan yang ada adalah makanan khas. Ada banyak makanan khas suku rejang, namun salah satu yang unik dan khas yang akan kami bahas kali adalah Lema atau Lemea.

Lema berasal dari bahasa Rejang yakni Lemea yang berarti perasaan lemah atau tidak punya tenaga karena nikmatnya makanan tersebut. Lema telah ada pada suku Rejang sejak masa lampau dan sering disajikan pada perayaan hari besar keagamaan, sajian untuk tamu dari luar daerah atau pada acara pernikahan, dan sebagainya.

Lemea merupakan sejenis gulai yang disantap sebagai lauk atau teman untuk menyantap nasi. Lema memiliki bau yang khas dan unik yakni bau asam khas karena efek dari fermentasi dan pembusukan. Karena bau khasnya inilah, orang-orang yang bukan berasal dari Bengkulu sering menghindarinya. Padahal, Lema memiliki cita rasa yang sedap perpaduan dari rasa asam, pedas, gurih dan segar. Dan bau khasnya ini menjadi ciri khas dari Lema yang membuatnya berbeda dari makanan-makanan lain.

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat Lema adalah :

1.      Rebung muda yang masih segar.

2.      Ikan. Ikan yang digunakan umunya adalah ikan mujair, sepat, ikan mas, dan ikan-ikan air tawar yang berukuran kecil-kecil.

3.      Bumbu berupa bawang putih, bawang merah, cabai merah dan rawit.

Cara pembuatan Lema terdiri dari :

1.      Rebung yang sudah dibersihkan dan dicuci dipotong tipis-tipis dan dicincang

2.      Campurkan ikan yang masih mentah dan segar yang telah dipotong-potong.

3.      Selanjutnya campuran rebung dan ikan ditambah dengan air. Adonan ini kemudian disimpan dalam wadah tertutup beralas daun selama sekitar tiga sampai lima hari untuk proses fermentasi. Semakin lama rebung didiamkan dalam wadah dan berfermentasi, semakin lezat pula aromanya.

4.      Air endapan lema diganti dengan air bersih tiap 8 jam sekali untuk menjaga kebersihannya. Selain itu, sebelum dimasak air endapan fermentasi terakhir dari Lema harus disaring terlebih dahulu sampai kering. 

5.      Setelah membusuk dan mengasam, Lema dimasak sesuai dengan selera. Lema bisa dimasak dengan campuran santan dan ditambah ikan lagi. Atau dibuat menjadi sambal dengan mencampurkan bumbu bawang putih, bawang merah, dan cabai sesuai selera kemudian ditumis hingga masak.

6.      Lema yang telah dimasak siap disajikan dengan nasi hangat dan biasanya ditemani oleh lalapan seperti kabau, jengkol, atau petai.

Pembuatan lema harus sesuai dengan resepnya dan dengan racikan yang tepat. Orang yang pandai meraciknya mampu membuat Lema tidak terasa asam dan berbau tidak enak.

Lema pada zaman dahulu biasa difermentasi menggunakan alat khusus bernama tajuo. Tajuo merupakan sejenis gentong yang terbuat dari tanah liat. Tetapi, tajuo sudah tidak banyak digunakan karena keberadaannya yang susah untuk diperoleh. Sebagai gantinya, orang-orang banyak melakukan proses fermentasi menggunakan toples atau ember.

Lema yang dipasarkan kini dibungkus secara modern dalam kaleng-kaleng seperti ikan sarden untuk wisatawan yang berkunjung ke Rejang Lebong dan memilih untuk membawanya sebagai oleh-oleh. Lema jauh lebih populer di Jepang karena lidah orang Jepang lebih cocok dengan cita rasa unik Lema. Karena itu, Lema rutin dieskpor ke negara tirai bambu tersebut.

Bahan utama Lema yakni rebung diketahui memiliki gizi tinggi. Rebung  mengandung banyak protein, karbohidrat, asam amino, dan antioksidan jenis filosterol. Selain itu, rebung juga mengandung tinggi serat sekaligus rendah lemak dan gula. 

0 komentar:

Resensi Novel Kastel Terpencil di Dalam Cermin karya Mizuki Tsujimura

22.37 Abdurrahmansyah 0 Comments

 


·        Identitas buku :

Judul               : Kastel Terpencil di Dalam Cermin

Penulis             : Mizuki Tsujimura

Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama – M&C

Penerjemah      : Mohammad Ali

Tebal               : 496 halaman

Tahun terbit     : Cetakan ketiga, 2022

Rate                 : 4.5/5

 

·         Sedikit Tentang Isi :

Novel ini berpusat pada tokoh utama yakni Anzai Kokoro, seorang gadis kelas satu SMP. Karena sesuatu hal yang terjadi padanya, Kokoro meliburkan diri dari sekolahnya. Suatu hari, ketika Kokoro lagi-lagi menghabiskan waktu di dalam kamarnya, ia mendapati cermin besar di kamarnya memantulkan sinar. Ia mendekat dan menyentuh cermin itu dan seketika tubuhnya tersedot ke dalamnya. Di dalam cermin tersebut, Kokoro menemukan dirinya tengah berdiri di depan sebuah kastel dengan disambut oleh seorang gadis kecil yang menggunakan topeng serigala. Kokoro yang awalnya kabur dan kembali ke kamarnya merasa penasaran oleh kastel tersebut dan memutuskan untuk kembali ke dalamnya ketika cermin itu kembali bersinar keesokan harinya. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Kokoro menemukan dirinya di dalam kastel sesaat setelah tersedot oleh cermin. Di sebuah aula besar dengan dua tangga menuju satu buah jam besar, Kokoro menemukan enam orang anak SMP seumurannya juga berada di sana. Anak-anak itu terdiri dari empat orang laki-laki yakni Subaru, Masamune, Ureshino, dan Rion, dan dua orang perempuan yakni Aki dan Fuuka. Gadis kecil bertopeng serigala yang ditemui oleh Kokoro sebelumnya kembali menampakkan wujudnya. Gadis kecil bertopeng serigala itu kemudian menjelaskan bahwa Kokoro dan anak-anak lain diundang ke kastel untuk melakukan permainan. Permainannya adalah menemukan sebuah Kunci Permohonan yang terdapat di dalam kastel tersebut. Kunci Permohonan ini mampu mewujudkan satu buah permohonan, apapun itu. Dan perjalanan panjang Kokoro dan teman-temannya pun dimulai. Perjalanan berharga yang mengubah kehidupan mereka tentang bagaimana memandang sekolah sebenarnya, persahabatan dalam dunia anak-anak, hingga hubungan keluarga.

 

·       Disain sampul dan fisiknya

Disain sampul depan dari novel ini adalah gambar sebuah cermin dengan Kokoro, sebagai tokoh utama bersama dengan Dewi Serigala di dalamnya ditambah latar belakang kastel dengan bayangan enam orang anak kecil di pintunya. Disain ini sangat cantik dan memanjakan mata serta menggambarkan isi novelnya dengan pas sekali. Blurb yang ada di sampul belakang buku juga sangat efektif karena hanya memberikan secuil isi dari novel ini yang membuat saya sebagai pembaca penasaran dengan isinya.

 

·       Tokoh dan penokohan

1.      Kokoro, seorang gadis kelas satu SMP yang pendiam dan suka membaca buku.

2.      Rion, seorang laki-laki kelas satu SMP yang memiliki wajah tampan dan suka bermain bola

3.      Aki, seorang gadis kelas tiga SMP yang percaya diri dan berkarakter kuat

4.      Fuuka, seorang gadis kelas dua SMP yang pendiam dan senang bermain piano

5.      Masamune, seorang laki-laki kelas dua SMP yang suka berkata sesuka hati dan senang bermain game

6.      Subaru, seorang laki-laki kelas tiga SMP yang pendiam dan senang mendengarkan musik dan bermain game bersama Masamune

7.      Ureshino, seorang laki-laki kelas satu SMP yang suka makan dan mudah jatuh cinta

8.      Dewi Serigala, seorang gadis kecil penunggu kastel

9.      Tokoh-tokoh tambahan : Tojo, Ibu-nya Kokoro, Sanada, Bu Kitajima, dan lain-lain.

 

·         Kelebihan novel ini :

Novel yang merupakan terjemahan dari negara Jepang ini terasa enak dibaca karena terjemahannya yang mengalir. Diksi-diksi yang digunakan sangat tepat dan tidak terasa kaku.  Gaya bahasa yang digunakan juga ringan dan mudah dicerna membuat buku ini juga cocok jika dibaca oleh anak-anak. Ketika membaca tidak ada typo atau salah ketik yang saya temukan sehingga tidak mengganggu proses membaca.

Meski mengusung genre magical-realism novel ini sangat mudah diikuti karena latar fantasinya digambarkan dengan jelas dan tidak membingungkan. Selain itu, karena novel ini lebih berfokus pada cara berpikir dan perasaan tokoh-tokohnya yang tertuang dalam dialog-dialog. Porsi dialog yang banyak mampu mengimbangi narasinya sehingga membuat saya tidak terlalu kebosanan sepanjang cerita. Konflik yang diangkat juga dekat dan terkait dengan kehidupan sehari-hari terlebih dengan kehidupan anak-anak muda, salah satunya mengenai perundungan. Novel ini dapat menjadi wadah becermin bagi pembacanya.

 

·         Kekurangan novel ini :

            Novel ini terbagi menjadi tiga bagian dan disampaikan dengan alur yang lambat. Untuk pembaca yang tidak terlalu suka dengan novel tebal dengan alur yang berjalan dengan lambat, tentu hal ini menjadi kekurangannya. Selain itu, novel ini menggunakan ukuran font yang kecil dengan spasi yang rapat, hal ini membuat pembaca tidak terlalu nyaman membacanya.

 

·         Kesimpulan :

Novel ini saya rekomendasikan kepada pembaca yang ingin mencari bacaan bergenre magical-realism dan penyuka novel-novel terjemahan dari Jepang. Novel ini cocok untuk dibaca segala umur dari anak-anak hingga dewasa karena mengangkat latar kehidupan sehari-hari yang relevan dengan konflik yang relevan pula, dan mampu untuk mengambil pesan-pesan kehidupan yang tersebar di dalam novel ini.

0 komentar: