Lemea, Makanan Unik Khas Suku Rejang
Rejang adalah salah satu suku tertua yang ada di pulau Sumatera. Suku ini mendominasi provinsi Bengkulu dan banyak terdapat di kabupaten Rejang Lebong. Suku ini memiliki folklor yang kaya baik folklor lisan maupun folklor non lisan. Folklor ini terus diwariskan dari generasi ke generasi dan masih dilestarikan hingga masa kini. Salah satu folklor non-lisan yang ada adalah makanan khas. Ada banyak makanan khas suku rejang, namun salah satu yang unik dan khas yang akan kami bahas kali adalah Lema atau Lemea.
Lema berasal dari bahasa Rejang yakni Lemea yang berarti perasaan lemah atau
tidak punya tenaga karena nikmatnya makanan tersebut. Lema telah ada pada suku
Rejang sejak masa lampau dan sering disajikan pada perayaan hari besar
keagamaan, sajian untuk tamu dari luar daerah atau pada acara pernikahan, dan
sebagainya.
Lemea merupakan sejenis gulai yang
disantap sebagai lauk atau teman untuk menyantap nasi. Lema memiliki bau yang
khas dan unik yakni bau asam khas karena efek dari fermentasi dan pembusukan.
Karena bau khasnya inilah, orang-orang yang bukan berasal dari Bengkulu sering
menghindarinya. Padahal, Lema memiliki cita rasa yang sedap perpaduan dari rasa
asam, pedas, gurih dan segar. Dan bau khasnya ini menjadi ciri khas dari Lema
yang membuatnya berbeda dari makanan-makanan lain.
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
membuat Lema adalah :
1.
Rebung muda yang
masih segar.
2.
Ikan. Ikan yang
digunakan umunya adalah ikan mujair, sepat, ikan mas, dan ikan-ikan air tawar
yang berukuran kecil-kecil.
3.
Bumbu berupa bawang
putih, bawang merah, cabai merah dan rawit.
Cara pembuatan Lema terdiri dari :
1.
Rebung yang
sudah dibersihkan dan dicuci dipotong tipis-tipis dan dicincang
2.
Campurkan ikan
yang masih mentah dan segar yang telah dipotong-potong.
3.
Selanjutnya
campuran rebung dan ikan ditambah dengan air. Adonan ini kemudian disimpan
dalam wadah tertutup beralas daun selama sekitar tiga sampai lima hari untuk
proses fermentasi. Semakin lama rebung didiamkan dalam wadah dan berfermentasi,
semakin lezat pula aromanya.
4.
Air endapan lema
diganti dengan air bersih tiap 8 jam sekali untuk menjaga kebersihannya. Selain
itu, sebelum dimasak air endapan fermentasi terakhir dari Lema harus disaring
terlebih dahulu sampai kering.
5.
Setelah membusuk
dan mengasam, Lema dimasak sesuai dengan selera. Lema bisa dimasak dengan
campuran santan dan ditambah ikan lagi. Atau dibuat menjadi sambal dengan
mencampurkan bumbu bawang putih, bawang merah, dan cabai sesuai selera kemudian
ditumis hingga masak.
6.
Lema yang telah
dimasak siap disajikan dengan nasi hangat dan biasanya ditemani oleh lalapan
seperti kabau, jengkol, atau petai.
Pembuatan lema harus sesuai dengan
resepnya dan dengan racikan yang tepat. Orang yang pandai meraciknya mampu
membuat Lema tidak terasa asam dan berbau tidak enak.
Lema pada zaman dahulu biasa
difermentasi menggunakan alat khusus bernama tajuo. Tajuo merupakan
sejenis gentong yang terbuat dari tanah liat. Tetapi, tajuo sudah tidak banyak digunakan karena keberadaannya yang susah
untuk diperoleh. Sebagai gantinya, orang-orang banyak melakukan proses
fermentasi menggunakan toples atau ember.
Lema yang dipasarkan kini dibungkus
secara modern dalam kaleng-kaleng seperti ikan sarden untuk wisatawan yang
berkunjung ke Rejang Lebong dan memilih untuk membawanya sebagai oleh-oleh.
Lema jauh lebih populer di Jepang karena lidah orang Jepang lebih cocok dengan
cita rasa unik Lema. Karena itu, Lema rutin dieskpor ke negara tirai bambu
tersebut.
0 komentar: